Jumat, 31 Oktober 2008

Hari genee Scabiesis? no way!

KONTAMINASI SCABIES DALAM RUMAH


Memang kesan pertama dari penyakit scabies ini adalah: penyakit kumuh, yang sepertinya hanya pantas diderita kaum papa saja, yang tinggal di perumahan kumuh yang berdesak-desakan. Atau hunian para yatim piatu, penjara, sekolah asrama yang kumuh.

Nyatanya aku yang hanya ibu rumah tangga. Mandi dua kali sehari. Rajin cuci seprey dan bersih-bersih rumah, bisa juga kena. Sungguh sebuah pengalaman yang memalukan, menyiksa (karena serangan gatal sepanjang waktu), menakutkan.

Scabies yang dibawa oleh si Sarcoptes scabiei, dengan ukuran 250 mikron saja (jangan coba melihat dengan mata telanjang) bisa saja melalang buana lewat sofa, karpet, sprei, apa saja! bahkan lewat transportasi yang membawa manusia bepergian. bisa dibayangkan?

Mr. S. scabiee ini dengan senang melakukan semua perjalan itu. Menumpang pada mr X berpindah ke mrs X lewat sentuhan cintanya. Mereka bersembunyi dibalik kulit, pada lapisan epidermis. Menjalani siklus hidupnya, kawin, menggali gua-gua untuk sarang telur, menggali gorong-gorong bagi jalan larvanya, melakukan perjalan hidup yang lebih jauh lagi pada dewasa. Hanya 2 cm/hari! tapi bayangkan bila yang melakukannya dari 3-5 telur yang menetas membuat 3-5 jalur yang berbeda. Membuka jalan menuju pertumbuhan, perkembangan individu, dalam usaha mempertahankan sebuah warisan DNA. Dari 3-5 jalur ini berkembang. Berkembang. Seperti halnya para tikus yang membangun dinasti dalam wilayah di kedalaman tanah.

Bedanya dengan tikus, semua yang dilakukan para scabiei dilakukan dibawah epidermis kulit.Jadi bayangkan saat aku dengan psrah menerima takdirku sebagai hospes scabiei. Sepertinya aktivitas menggaruk dilakukan secara refleks. Gerakan yang dilakukan tanpa koordinasi otak ini, membuat aku seperti monyet yang rajin menggaruk, karena kalo kita perhatiokan monyet/primate sekelasnya tak terlalu sering menggaruk. Rasanya seperti gatal yang menggemaskan.

Penderitaan rasa gatal, garukan tengah malam, tengah tidur, tengah siang, menghasilkan kontaminasi perilaku (seperti manusia monyet), belumlah cukup. Sisi mentalpun sepertinya mengalami syndroma. Phobi akan diri mengkontaminasi anggota keluarga lain.

Sebab menurut buku dan pengalaman, juga sejarah yang tak terbantahkan, bahwa daya sebar/tular scabiei ini hebat juga. Jadi aku selalu curiga, parno bila mendapati anakku/suamiku sedang menggaruk.

Alhamdulillah. Ini adalah keajaiban lain dari pola epidemi scabiei di rumahku. Setelah 3 minggu (3 MINGGU!) 4 kali bolak balik dokter kulit. Tak ada seorang anggota keluarga yang tertular. Aku jadi aneh sendiri. Jangan-jangan bukan scabiei? tapi semua gejalanya menunjukan itu.

Setidaknya setelah serangan scabiei ini, aku sebagai ibu RT lebih meningkatkan kebersihan diri dan rumah.

Tidak ada komentar: