Kamis, 19 Juni 2008

RUMAH TANPA LISTRIK

Berkurangnya sumber energi bumi secara perlahan dan pasti menyesakan dada. Omong kosong bila tak seorangpun yang terkena dampak BBM naik. Bayangkan saja seorang warga kelas atas, dia memang hampir tak terkena dampak kenaikan BBM, tapi bila ia seorang auditor, direktur keuangan, direktur produksi, manager planing, ...atau apa saja, yang pekerjaannya menjadi bertambah rumit karena dituntut oleh perusahaan, atasan, atau sistem, untuk melakukan efesiensi.

Jelas bukan bahwa bukan Cuma ibu rumah tangga atau rakyat kecil yang terkena dampaknya. Bahkan Presiden, orang no 1 negeri ini, adalah orang yang paling terkena dampaknya. Minimal secara politis, popularitasnya turun. maksimal, secara psikologis, secara moral dia bertanggung jawab terhadap jutaan rakyatnya. Yang jatuh miskin, yang bertambah miskin, yang akan menjadi miskin.

Sehubungan dengan itu PLN, ditengah dera pembersihan korupsi, dengan ongkos produksi yang meningkat mengalami kebangkrutan. sekali lagi, kita yang rakyat biasalah yang pertama merasakannya. Ikhlas atau tidak, kita menerima mati lampu sebagai TAKDIR.
Apakah ini yang di namakan efesiensi?
  1. Mati lampu di saat jam kantor.
    Apa yang harus dilakukan seorang pekerja yang pekerjaannya sangat tergantung dengan keberadaan listrik .
    Bila kamu seorang atasan, apa yang akan kamu lakukan melihat stafmu yang dikejar dead line, dan mendapati komputernya mati?
  2. Mati lampu di tempat seorang pembuat kue.
    Bila kau seorang koki, sedang memanggang kue, ngemix, ngeblender, yang sebenatar lagi harus diserahkan pada pelanggan, apa yang harus kau lakukan?
  3. ibu rumah tangga.
    Apa yang akan kau lakukan?

See! dari segala sudut, sepertinya menjadi ibu-ibu adalah hal ternikmat. Kita bisa ke luar rumah, bersosialisasi, hal yang telah lama kami lupakan, karena kami terlalu menjiwai kehidupan elektronik kita, bersosialisasi di dunia maya, tersenyum sendiri membaca e-mail teman yang lucu, menangis bombai di tengah tayangan sinetron Korea.

Jadi, mati lampu adalah Takdir, hadiah dari Tuhan, karena kita beristirahat dari rutinitas anti social. Menikmati sunyinya alam, hanya bunyi desir angina, bukan lengkingan sinden dari CD bajakan yang ngadat. Bukan bunyi derum mesin cuci, bukan bunyi TV.
Nikmati saja!

Tidak ada komentar: