Jumat, 07 November 2008

HUKUMAN YANG TEPAT

Kasus 1।

Putriku, Agi siswi kelas satu SD tak mengerjakan PR. Seperti biasanya, dan kebijakan wali kelasnya ia mendapat hukuman. Tidak berat, hanya berdiri di depan kelas sebagai contoh buruk. Ia tidak sendiri. Ia berdiri di depan sana menerima nasihat, marah guru bersama beberapa temannya yang lain yang bernasib sama. Apa hukuman ini membuatnya jera?

Untuk Fikri temannya, hukuman itu betul-betul membuatnya jera. Suatu hari dia begitu panik, karena lupa membuat PR. Dia dengan cepat mengerjakan PR begitu tiba di sekolah. Dia tak peduli nalianya NOL karena mengerjakan tanpa berpikir. Yang terpenting adalah ia tak berdiri di depan kelas dan mengerjakan PR di papan tulis sambil menerima nasihat bu Guru, yang mungkin di telinganya terdengar keras. Belakangan aku baru mengetahui, menurut uminya, hukuman itu berdampak positif, karena fikri menjadi lebih disiplin.

Tapi untuk putriku, hukuman itu sama sekali tidak ada artinya. Buktinya dia mendapat hukuman serupa beberapa kali. Waktu aku tanya kenapa, dengan ringan dia menjawa, “kayaknya gaya, bu, berdiri di depan kelas, berlima, disorakin, seperti west life!“

Oh! dia narsis?

Aku sebagai ibunya pun santai saja, biarlah, memang PR dari sekolahnya itu sering tak masuk akal dalam jumlah dan materinya, padahal aku sudah mengajukan keberatan-keberatan menimbang keadaan kejiwaan anak seumur 6-7 tahun.

Kasus 2.

Putri ke duaku, Sofi mendapat hubungan yang sedikit lebih berat. Wali kelas 1 Sdnya memberi hukuman kepada siswa yang tak mengerjakan PR untuk mengerjakan PR itu di kelas lain. Yup, untuk beberapa siswa memang manjur. Disiplin dapat dilakukan. Tapi Sofi hampir tiap hari mengerjakan PR di kelas lain. di kelas 1 C, 1D, 2A, 2B dst. Sampai akhirnya aku sendiri kesal dengan sikap tak kapoknya. Dengan santai ia menjawab; “bagus bukan? nanti Sofi akan dikenal samapai ke kelas 6!“ katanya dengan optimis!

Kasus 3.

Setidaknya aku harus bersyukur karena ia lebih disiplin dibanding mbak-mbaknya saat kelas satu. Itu juga karena dampak hukuman undisipliner yang diterapkan gurunya dengan memukul tangan (kibasan halus) di muka kelas. Tapi ada kejadian lain, bukan PR yang membuat Sidiq terkena hukuman. Dia yang masih kecil itu terlibat tawuran lawan kelas satu lain yang tak ia ketahui alasannya.

Kedua wali kelas satu itu sepakat menghukum anak-anak itu berlari di lapangan basket। Jerakah para perusuh kecil itu? O-ooo kalian bisa melihat 10 anak terpidana berlari-lari riang di tengah hari, di tengah lapang basket, sementara taman-temannya yang lain belajar dalam kelas!


Kesimpulan:

Jadi kita bisa lihat bukan, ternyata hukuman sering kali tidak tepat sasaran? sebenarnya hal apa yang harus kita lakukan untuk memberika hukuman yang tepat, yang output dari hukuman itu adalah perubahan perilaku yang kita inginkan? karena aku kira metode cuci otak sangat melanggar hak azasi manusia ya?

Tidak ada komentar: